pornografi dan anak

on Rabu, 10 Juni 2009

PORNOGRAFI DAN ANAK









Dr. A. Marlinata
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga








SEMINAR NASIONAL
PENELANTARAN DAN PERLAKUAN SALAH TERHADAP ANAK
YOGYAKARTA 1982
PORNOGRAFI DAN ANAK

Abstrak
Pornografi ialah tulisan atau gambar yang dapat merangsang nafsu seks pada orang dewasa.
Pada anak-anak tentu tak menimbulkan reaksi libido, tetapi “imprinting” dapat menimbulkan kelainan psikoseksual di kemudian hari.
Untuk kaum remaja yang sudah menginjak masa pubertas, rangsangan ini menimbulkan nafsu seks yang pada masa ini sulit disalurkan secara wajar. Pelepasan nafsu berupa masturbasi atau mimpi erotik.
Sebaliknya, penghapusan semua bentuk tulisan dan gambar yang berbau seks juga dapat menimbulkan rasa ingin tahu dan berakhir pada perbuatan-perbuatan asusila.
Di samping penyaluran lewat aktivitas lain misalnya olah raga, sebaiknya diberikan pendidikan seksualitas yang dini, pada masa anak-anak hingga pubertas, dan dengan begini mencegah pengaruh jelek dari pornografi maupun cerita-cerita yang tak benar.
Kejahatan bukan akibat pornografi tetapi juga kejahatan seks bersumber pada kelainan-kelainan yang terdapat pada jiwa anak sebagai akibat pengaruh psikologi, hormonal, atau lingkungan.
1. Pornografi
Pornografi ialah tulisan atau gambar yang dibuat khusus untuk merangsang nafsu seks (6).
Pembuatnya senang bahwa karyanya dibaca dan dilihat orang lain, semacam exibisionisme di atas kertas dengan unsur-unsur koprofili dan voyeuristic. Orang tertarik karena rasa ingin tahunya(1)
(Porne ialah wanita tuna susila dan graphos ialah tulisan)
Pada anak pengaruhnya bukan rangsangan seksual dan dianggap sebagai gambar humor saja, tetapi ada kalanya dapat memberi “imprinting” atau kesan yang mendalam di alam bawah sadar yang kelak dapat menimbulkan penyakit psikoseksual, seperti misalnya fobi untuk bersenggama.
Pornografi yang dibuat oleh anak sendiri terbatas pada penggambaran dan deskripsi organ kelamin externa, bukan adegan senggama.
Pada remaja dalam masa pubertas pornografi dapat merangsang seksual, tetapi penyalurannya secara wajar sulit dilaksanakan. Lalu pelepasan nafsu berupa mimpi erotik, masturbasi dan sekali-kali sanggama.
Nafsu birahi yang timbul dapat menjerumuskan remaja ke perbuatan asusila, misalnya vuyeuriene, ekshibisionisme atau lain bentuk perversitas pada orang yang kurang kuat imannya.
Dari 511 orang di suatu asrama laki-laki yang kami selidiki ternyata 460 orang atau 90,02% pernah melihat atau baca gambar, tulisan atau film porno.
Tak terbukti bahwa porno merusak jiwa anak yang sehat, sekalipun ini dijadikan alasan hukum untuk melarangnya, Dr. O. Elthammar dari Stockholm mengadakan penelitian dengan jalan memutar film “hard-porno” untuk remaja umur 11-18 tahun. Ternyata tak satupun yang merasa terkejut. Hanya beberapa gadis umur 15 – 18 tahun merasa “jijik” dan 2 orang dewasa (ibu dan nenek) yang menderita gangguan psikologis hingga perlu dirawat berbulan-bulan lamanya, tetapi golongan 11 – 13 tahun, sama sekali tidak terpengaruh. Jadi porno mengejutkan dewasa dan tidak mengganggu anak dalam experiment ini (1).
Pada umumnya kekerasan (violence) lebih memukau anak, sedang seks tak banyak mereka hiraukan; tetapi hukum selalu mengejar seks itu. Film kekerasan yang juga digunakan dalam experiment di atas menimbulkan banyak ekses.
Eksperimen dengan criminal seks tidak menyimpulkan bahwa mereka terangsang oleh pornografi (1). Indiana University meneliti 1500 kriminal seks dan dibandingkan dengan 888 kriminal lain:
28% dari yang pertama dan 34% dari yang lain terangsang kuat nafsu seksnya.
43% dari yang pertama sama sekali tidak terangsang, sedang pada orang bukan criminal hanya 36% yang tahan rangsangan.
Justru dari gambar yang lolos sensor dalam majalah ada yang lebih merangsang dari pada gambar porno. Dr. Anders Groth, psikiater Denmark melaporkan kepada Komisi Pemerintah untuk soal-soal seks, bahwa sejak undang-undang anti pornografi dihapus setahun sebelumnya, kejahatan seks turun 25%. Padahal penerbitan dan penjualan bahan porno berlipat-lipat dan eksperimen seks dilakukan oleh banyak sarjana. Kejahatan seks tidak disebabkan oleh pornografi, malah berkurang karena pelampiasan nafsu justru distimulir olehnya.
Pornografi malah sengaja dicari untuk lamunan orang yang tak dapat mencapai keinginan melampiaskan nafsunya secara wajar, misalnya mereka ingin bercanda dengan 2 orang sekaligus. Juga oleh orang-orang yang menikmati masturbasi atau senggama dengan fantasi sesuai gambar atau tulisan yang dilihat(2).
Akhir-akhir ini porno malah dimanfaatkan untuk terapi deviasi seks dan disfungsi seksual dan sebagai substitusi partner (8).
Di candi-candi kuno terdapat pahatan porno, konon untuk penerangan seks.
Anak banyak disalahgunakan dalam pornografi. Untuk memenuhi selera orang dewasa yang pederastik, maka adegan-adegan cabul dengan anak dan remaja di film, digambar dan ditulis.

0 komentar:

Posting Komentar